Berita

Kit dePAT HLB Ciptaan Balitjestro; Dari Jeruk ke Padi, Tebu, Pepaya, hingga Kandungan Babi

Sabtu, 23 Oktober 2021 - 12:51
Kit dePAT HLB Ciptaan Balitjestro; Dari Jeruk ke Padi, Tebu, Pepaya, hingga Kandungan Babi Yunimar SSi MSi, peneliti Balijestro Tlekung Batu yang menemukan Kit dePAT HLB bersama Ir Nurhadi MSc, peneliti Balijestro lainnya. (foto: Balijestro for TIMES Indonesia)

TIMES PASURUAN, JAKARTA – Tak terbantah lagi, temuan Kit dePAT HLB (Deteksi Cepat Huanglongbing) pada tanaman jeruk secara isothermal jelas membuat gembira kalangan petani jeruk. Sebab, sejauh ini penyakit HLB yang juga disebut CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) ini belum ada obatnya. Namun hanya bisa dikendalikan ketika terdeteksi secara dini gejalanya. Itulah sebabnya, kehadiran teknologi ini membawa angin segar bagi dunia pertanian jeruk di Indonesia.

Karena dinilai sederhana, ekonomis dan aplikatif, maka invensi Kit dePAT HLB oleh dua peneliti utama Balai Penelitian Tanaman jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Ir Nurhadi MSc dan Yunimar SSi MSi, ini telah diseminasi dan dimanfaatkan di 8 provinsi kawasan pengembangan jeruk.

Seperti di Brastagi (Sumut), Bengkulu, Koto Tinggi (Sumbar), Garut (Jabar), Jember dan Banyuwangi (Jatim), Sambas (Kalbar), Kalsel, serta Pangkep (Sulsel). Temuan teknologi baru ini disambut pula publikasi secara luas baik oleh media mainstream maupun media minat khusus dunia pertanian dan agrobis, pada 2018-2019 lalu.

Lantas bagaimana kabar terkini perihal Kit dePAT HLB yang sementara hanya dijual di KPRI Citrus Balitjestro, Tlekung-Batu tersebut? 

“Ceritanya, begitu memperoleh hak paten 2018, Kit ini terus kami kembangkan aplikasinya. Mulai dari tanaman padi, tebu, pepaya, hingga mendeteksi kandungan babi pada makanan,” papar Yunimar SSi, MSi, Selasa (21/9/2021).

Menurutnya, dampak positif (outcome) dari kehadiran Kit dePAT HLB ini berangsur lembaganya (Balitjestro) banyak permintaan kerja sama untuk penyediaan teknologi deteksi penyakit untuk komoditas lain. 

Semisal ia berhasil mengaplikasikan pula teknologi pendeteksian cepat untuk mengenali target tungro (penyakit pada tanaman padi).
Lalu bekerja sama dengan Balai Penelitian Buah (Balitbu) Tropika guna mendeteksi jenis kelamin pohon papaya. 

Giliran kerja bareng bersama Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) Malang, mengaplikasikan Kit dePAT tersebut untuk mendeteksi kandungan babi pada makanan. Selanjutnya juga bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balitas) untuk mendeteksi bakteri dan atau virus penyebab penyakit pada tanaman tebu.

Kini pengembangan aplikasi Kit tersebut praktis di-handle sendiri oleh Yunimar. Karena inventor partnernya, Ir Nurhadi, MSc sudah memasuki masa pensiun. Perempuan kelahiran Koto Tinggi, Sumbar, ini tiba-tiba melempar tanya : “Anda tahu, buah pepaya yang layak dan enak dimakan itu dari pohon berjenis kelamin apa? Itu hermaphrodite alias banci,” cetusnya serius, menjawab pertanyaannya sendiri.

Dikatakannya, pepaya jantan hanya bisa berbunga, tak sampai berbuah. Sementara buah pepaya yang gak enak atau anyep saat dikonsumsi itu jelas dari pohon yang betina.  Hal itu ia dapati setelah mengembangkan aplikasi Kit dePAT HLB dengan memodifikasi desain primernya, yakni dengan target molekuler atau DNA pohon pepaya yang diteliti.

Jadi, petani sekarang tidak perlu lagi gambling atau main fealing untuk mendapatkan panenan pepaya yang daging buahnya enak dikonsumsi. Jika tak mau merugi, para pembudidaya pepaya harus sudah memastikan bibit yang ditanam berjenis kelamin hermaphrodite. 

“Karena jenis kelamin pepaya ini sudah bisa diketahui ketika proses perbanyakan bibitnya. Caranya, dengan bantuan Kit deteksi cepat yang kami temukan dan kembangkan di Balitjestro ini,” terang Yuni, yang kini tengah izin belajar menempuh Program S3 di UB Malang sembari ketawa.

Prihatin Serangan HLB

Semua cerita sukses tersebut bermula dari keprihatinan yang menimpa para petani jeruk pada 1980-an, ketika dampak serangan HLB/CVPD meluluh-lantakkan kebun-kebun jeruk di seantero negeri. Satu pohon jeruk saja terserang penyakit ini, eskalasi penularannya sangat cepat, massif dan meluas. Memusnahkan berhektar-hektar tanaman jeruk sekitarnya. 

HLB atau CVPD merupakan penyakit yang paling merusak perkebunan jeruk. Penyebabnya tak lain bakteri gram negatif kelompok alpha sub divisi proteobacteria. Sampai saat ini bakteri ini belum dapat dikulturkan secara in vitro. Belum bisa dibiakkan pada media artifisial. Makanya ia disebut bakteri life-virus. Mirip sekali dengan HIV sebagai penyebab penyakit AIDS. Hanya bisa hidup pada tanaman hidup. Jadi, begitu tanaman jeruknya mati, maka bakteri ini turut mati pula.

Yunimar 2

Itulah sebabnya, sampai saat ini belum tersedia bakterisida yang efektif untuk mengendalikan bakteri penyebab penyakit HLB. Penyakit pada jeruk ini dapat ditularkan melalui materi perbanyakan vegetatif (mata tempel), dan melalui serangga penular (vector) kutu loncat jeruk (Diaphorina Citri).

Laporan perihal penyakit ini pertama kali dikeluarkan pada 1929. Dan, muncul di Tiongkok pada 1943, yang meluas di Taiwan sejak 1951. Varian Afrika pertama kali dilaporkan tahun 1947 di Afrika Selatan.

Di Indonesia, luasan tanaman jeruk sejak 1980-an hingga sekarang berkisar 56.000-57.000 hektar. Penyakit yang menghantui petani jeruk ada 5 macam, tetapi penyakit yang utama adalah CVPD, atau dalam publikasi internasional dikenal sebagai Huanglongbing (HLB). 

Beberapa wilayah penghasil jeruk siam seperti Sambas, Kalimantan Barat, pertanaman jeruknya terancam punah, karena dari 13.000 hektar lahan ada sekitar 2000 hektar dalam kurun waktu hanya 6 bulan mati terserang HLB atau CVPD. Begitu halnya di Garut, Jabar. Kerugiannya mencapai ratusan miliar rupiah. Padahal daerah ini sebelumnya pernah dinyatakan sebagai kawasan bebas CVPD.

Melihat serangan yang sedemikian cepat, massif dan tak terkendali, petani tidak bisa berbuat banyak selain memusnahkan tanaman yang berpenyakit. Biar tak menular ke tanaman jeruk lainnya. Dan, praktis hingga kini CVPD/HLB belum ada obatnya. Tanaman jeruk yang terserang CVPD pasti mati. Kalau pun masih hidup, panenan jeruk merosot drastis. Bentuk buah menjadi tidak normal, ukuran buah mengecil, dan rasanya masam.

Dari berbagai analisa dan pendalaman ilmu tentang CVPD kahirnya muncul hipotesa bahwa CVPD baru bisa dikendalikan kalau petani mengetahui kapan penyakit itu menginfeksi tanaman jeruk. Nah, pertanyaan yang mendasar: Bagaimana mengetahui tanaman jeruk terinfeksi CVPD/HLB atau tidak. Atas keperluan itulah mesti segera diupayakan teknologi tepat guna untuk pendeteksian infeksi tersebut pada tanaman jeruk secara cepat.

Akhirnya, sebuah penelitian yang dilakukan 2 peneliti utama di Balitjestro pada 2015 menghasilkan teknik deteksi cepat penyakit HLB tanaman jeruk berbasis amplifikasi DNA tanpa thermalcyder. Inovasi teknologi bernama Kit dePAT HLB ini dikembangkan dengan platform Loop-mediated Isothermal Amplification (LAMP), suatu teknik amplifikasi DNA secara isothermal. 

Platform sesuai kriteria ASSURED (Affordable, Sensitive and Specivic, User-friendly, Rapid and Robus, Deliverable to end user).
Di satu kawasan perkebunan jeruk bisa saja tanamannya tampak sehat-sehat saja. Para pekebun menganggap tanaman jeruknya baik-baik saja. Ini yang berbahaya. 

Padahal bisa saja sudah mengandung inaculum HLB. Tak kelihatan gejalanya, mana tanaman yang sudah terinfeksi bakteri HLB. Terlebih kebun jeruk di dataran tinggi berhawa dingin. 

Sebab pohon-pohon jeruk yang berpenyakit ini baru akan tampak gejalanya setelah 18 bulan terjangkit bakteri yang dibawa kutu loncat. Salah satu gejala yang muncul yakni ada bercak-bercak kuning tak beraturan pada daun.

Dan, tanaman jeruk yang terinfeksi bakteri penyebab HLB ini mirip sekali gejalanya saat kondisi tanaman kekurangan unsur hara. Ini fungsi pertama Kit dePAT HLB, yakni memastikan tanaman jeruk yang diteliti bukan kekurangan unsur hara. Melainkan akibat terinfeksi bakteri HLB, atau bukan.

Sebelum ini di tengah kepanikan menghadapi serangan HLB para petani jeruk banyak yang putus asa. Namun ada juga yang telaten menangani kasus HLB mengandalkan jasa laboratorium dengan menggunakan metode PCR (polymerase chain reaction). 

Tentu laboratorium canggih seperti milik Balitjestro harus menggunakan peralatan Thermocyder yang harganya sangat mahal berkisar Rp 500 juta. Meski begitu paling cepat butuh 2-3 hari kerja untuk mengetahui hasil deteksi sampel pohon jeruk yang diteliti, berikut rekomendasinya.

“Sebaliknya Kit dePAT HLB memungkinkan kita efisiensi luar biasa, baik waktu maupun biaya. Petani tak perlu kirim sampel ke lab, justru paket kit ini yang dibawa ke lapang. Dikerjakan di kebun jeruk, asal semua prosesnya dijaga steril betul,” ujar Yunimar.

Mengoperasikan kit deteksi  ini, imbuhnya, tak perlu dilakukan oleh seorang ahli/laborat. Tetapi orang awam, bahkan petani jeruk sendiri dipastikan bisa mengerjakan deteksi  cepat, apakah tanaman jeruknya terserang CVPD/HLB atau tidak. 

Seperti diketahui Kit ini terdiri atas 3 komponen yang dikemas kedap udara yang terdiri : 1) Buffer ekstraksi DNA; 2) Campuran reaksi LAMP dalam bentuk kering beku; dan 3) Buffer reconstitute. Satu lagi alat pemanas yang bisa diatur pada suhu 65ᵒC. 

Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi HLB di setiap pohon jeruk, petani hanya perlu memetik 1-2 lembar daun. Itu pun hanya diambil tulang daunnya saja untuk mendapatkan jaringan DNA tanaman. Tulang daun tadi dilumatkan di dalam plastik, cairannya diambil 0,05 mg menggunakan loop untuk dipindah ke campuran reaksi amplifikasi.

“Dari situ kita ambil 2 micro saja, dimasukkan kit yang terdiri atas 18 komponen seperti primer, enzim, dan lainnya yang total masa kandungan kit tadi hanya 23 micro saja. Sudah selesai, tinggal kita panaskan secara terkontrol pada suhu 63ᵒC,” paparnya lagi. 

Menurut Yuni, seluruh proses tersebut mulai preparasi sampai diperoleh hasil deteksi cukup membutuhkan waktu 60 menit (1 jam). Padahal pada alat pemanas itu terdapat 6 set timer dikalikan 8 sehingga total dalam tempo satu jam itu bisa mendeteksi 48 sampel tanaman. 

Coba bayangkan, jika sehari bekerja 8 jam, maka total 384 tanaman jeruk akan terdeteksi: apakah terinfeksi bakteri HLB/CVPD atau tidak. Lantas bandingkan kalau sampel harus dikirim ke lab-lab ber-ISO, minimal 2-3 hari baru keluar hasilnya. Dan, tentu biayanya lebih mahal. 

Kit dePAT HLB ini mendapatkan sertifikat paten No. IDP000053593 dari Kemenkumham RI pada 2018, dengan masa perlindungan 10 tahun, yang memilik keunggulan: 1) Sensifitas tinggi (dapat mendeteksi titter Candidatus liberibacter asiaticus [Clas] sampai level pico, lebih kecil di bawah micron); 2) Spesifitas tinggi (hanya bereaksi positif terhadap strain Clas  –bukan target/penyakit lain); 3) Tidak memerlukan laboratorium modern, peralatan canggih dan mahal; 

4) Protokolnya sederhana, sehingga tidak memerlukan personal yang ahli atau berketerampilan khusus; 5) Cepat (sejak preparasi sampel hingga interpretasi hasil hanya dalam tempo 60 menit; dan 6) User friendly, karena bahan yang digunakan non-carsinogenik sebagai pemicu tumbuhnya sel cancer.

Sementara manfaat teknologi Kit dePAT ini adalah fasilitas deteksi cepat penyakit HLB tanaman jeruk ini yang lebih praktis penggunaanya, murah, dan mudah diperoleh tanpa harus impor. Jelas saja kehadiran teknologi ini memungkinkan indeksing dapat dilakukan di lapang tanpa harus mengirim sampel ke laboratorium yang memerlukan waktu lama.

Yunimar 3

Dengan demikian insiden HLB di lapang dapat diketahui sedini mungkin dan pengambilan keputusan tindakan pengendalian dapat dilakukan lebih cepat. Pada gilirannya, perkembangan serangan penyakit dapat ditekan dan penyebaran ke area yang lebih luas dapat diminimalisasi.

Sementara dalam jangka panjang, kondisi ini akan berdampak pada bertambah panjangnya masa produktif (life span) tanaman jeruk yang sejauh ini hanya berkisar 5-7 tahun.

Sekali lagi, cepat, mudah dan murah. Itulah cita-cita efisiensi yang terselip dari keberadaan Kit dePAT HLB. Yang penting tak mengurangi akurasi hasil deteksi penyakit HLB tanaman jeruk. “Yang tak kalah pentingnya, harga Kit yang terjangkau hingga petani jeruk bisa tersenyum. Tak risau lagi oleh serangan massif HLB,” pungkasnya. (Assadurrachman)

Pewarta :
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Pasuruan just now

Welcome to TIMES Pasuruan

TIMES Pasuruan is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.